Rabu, 02 Maret 2011

Resume Kutipan buku ‘Untukmu Kader Da’wah’ oleh alm. Rahmat Abdullah


Kecenderungan sufi murung, sudah nampak pada zaman rasulullah saw. Namun selalu mendapat koreksi beliau, seorang mujahid terpesona oleh keindahan wahah (oase) di tengah padang pasir dengan rumpun kurma, sebongkah lahan produktif dan sumber air yang cukup untuk seumur hidup. Oh, alangkah nikmatnya bila aku tinggal disini, beribadah pada Allah dan tak perlu lagi kembali ke Madinah, sehingga aku bebas dari gangguan masyarakat atau mengganggu mereka. Rasulullah saw segera mengoreksi : “jangan lakukkan hal itu, karena kedudukan kalian di jalan Allah sehari saja, menandingi  tahun tinggal dan beribadah di sini.” (dikutip dari buku ‘Untukmu Kader Da’wah’ hal 29, oleh Rahmat Abdullah)

Fenomena yang sampai detik ini terjadi pada kalangan muslim. Kita sedikitnya pasti sering merasakan hal tersebut. Saat mencari harta begitu menggiurkan, saat hati terpaut pada keluarga begitu menyenangkan, dan obesesi dunia begitu menarik perhatian. Hingga terbesit dalam hati ”cukuplah beribadah dengan sholat, zakat, sedekah, haji, membuat keluarga bahagia...”. ataupun mengazamkan diri ”ingin jadi orang biasa saja...yang penting tetep sholat dan gak macem-macem”

Menyenangkan memang bermain di zona aman dan nyaman. Tapi mungkin yang perlu kita ingat tak ada satu nabipun yang bermain di zona ini.

Hari ini ribuan surat kabar, radio dan televisi dunia bekerja sama di berbagai kawasan untuk menyebarkan fasad (kerusakan). Menyedihkan nasib si miskin, yang mampu memebeli TV, tetapi tak bisa makan. Hati mereka di bunuh sebelum jazad mereka di hancurkan senjata pamungkas. Kemana ribuan kader yang hanya menggerutu tanpa berbuat apapun kecuali gerutu? Apahak masyarakat dapat berubah dengan gunjingan dari mimbar masjid? Hari ini rumah ummat kebakaran, tidakkah setiap orang patut memberi bantuan memadamkan api. Walaupun hanya dengan segelas air, dengan pulsa, perangko, dan kertas surat yang dikirimkan kepada pedagang kerusakan dan menegaskan pengingkarannya kepada ulah mereka yang sangat menyengsarakan masyarakat dengan siaran dan penerbitan fasad, sebelum mereka mengirim darah dan nyawa mereka kesana ketika usaha santun tak lagi membawa hasil? (Dikutip dari buku ‘Untukmu Kader Da’wah’ hal 30-31, oleh Rahmat Abdullah )

Sampai detik ini hal ini masih terjadi. Lalu, apakah yang kita akan wariskan pada generasi yang akan datang?

Wallahualam...

oleh ratri priyandewi

Tidak ada komentar: